Kirab budaya Cap Go Meh merupakan agenda tahunan Kota Bandung sejak beberapa tahun terakhir. Perhelatan akbar yang mengambil tema “Kebersamaan dan Persaudaraan Tanpa Batas” ini dibuka oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil, sekaligus mengawali pawai budaya pada hari Sabtu, 14 Maret 2015 sekitar pk 15.30 WIB. Kali ini, pawai budaya ini melibatkan sekitar 100 vihara dan paguyuban Tionghoa dari berbagai kota, termasuk Cianjur, Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Grobogan.
Hari
raya Cap Go Meh atau yang dikenal dengan Yuan Xiaojie dalam bahasa Tionghoa
yang jatuh pada hari ke-15 tahun baru imlek adalah salah satu hari raya
tradisional masyarakat Tionghoa. Perayaan Cap Go Meh menandakan berakhirnya
seluruh perayaan tahun baru imlek. Pada malam perayaan Cap Go Meh, masyarakat
Tionghoa memiliki kebiasaan memasang lampion berwarna-warni dan memakan
onde-onde.
Tradisi
Cap Go Meh bermula dari penobatan Kaisar Hanwudi yang berkuasa pada masa
Dinasti Han Barat yang naik tahta pada tanggal 15 bulan pertama imlek sekitar
tahun 180 sebelum masehi. Untuk merayakan penobatannya, Kaisar Hanwudi
menjadikan tanggal 15 bulan pertama imlek sebagai hari raya lampion. Pada malam
tanggal 15 bulan pertama imlek setiap tahunnya Kaisar Hanwudi memiliki
kebiasaan bertamasya keluar istana dan merayakan festival itu bersama rakyat.
Pada tahun 104 sebelum masehi, festival Cap Go Meh dicantumkan sebagai hari
raya nasional.
Makan
onde-onde pada hari raya Cap Go Meh juga merupakan kebiasaan lama yang dimulai
pada masa Dinasti Song sekitar tahun 960 sampai tahun 1279 Masehi. Onde-onde
ini dibuat dari tepung beras dan selai buah. Di kemudian hari, rakyat di bagian
Utara menyebut makanan itu dengan istilah “yuanxiao” dan di Selatan disebut
“tangyuan”. Cara pembuatannya pun berlainan. Selain itu, pada festival Cap Go
Meh, selain menikmati lampion dan makan onde-onde, masyarakat Tionghoa juga
mengadakan hiburan seperti jangkungan, tari yangge, dan pertunjukkan tari
barongsay.
Di
Indonesia sendiri pemerintah orde baru sempat melarang perayaan tradisi tahun
baru imlek dan Cap Go Meh pasca tragedi G30S. Masyarakat Tionghoa baru dapat
merayakannya kembali di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang
akrab disapa Gus Dur. Melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2001, tahun
baru imlek ditetapkan sebagai hari libur fakultatif. Baru kemudian pada tahun
2002, ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Di kota Bandung sendiri, tradisi kirab budaya
Cap Go Meh dirintis pertama kali pada masa kepemimpinan Walikota Bandung, Dada
Rosada. Seperti tahun-tahun sebelumnya, antusiasme warga masyarakat yang luar
biasa untuk menyaksikan kirab budaya Cap Go Meh bertajuk “Kebersamaan dan
Persaudaraan Tanpa Batas” tahun ini sudah terlihat sejak siang hari dengan dipadatinya
sepanjang jalan Cibadak, Kebonjati, hingga Otto Iskandardinata. Hal ini
menyebabkan kemacetan di beberapa ruas jalan di kota Bandung. Tidak hanya warga
keturunan Tionghoa, tetapi seluruh lapisan masyarakat nampak antusias dan
terlibat dalam kirab budaya ini. Hal ini menjadikan kirab budaya ini sebagai
pemandangan yang indah dalam upaya merajut kebersamaan, persaudaraan, dan
toleransi bangsa ini.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar